KISAH PARA NABI BANI ISRAEL SELEPAS NABI MUSA a.s.  | 
"Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil  dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin  dan Allah berfirman:
'Sesungguhnya Aku berserta kamu, sesungguhnya jika kamu  mendirikan solat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul- rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah  pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu.  Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam syurga yang  mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di  antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang  lurus." (QS. al-Maidah: 12) 
Demikianlah kita melihat perjanjian yang bersyarat di mana Allah s.w.t  meletakkan janji atas mereka, yaitu agar mereka berperang dan tidak  lari dari medan peperangan, dan hendaklah mereka mendirikan solat dan  mengeluarkan zakat serta beriman kepada para rasul dimulai dari Nabi  Musa yang diturunkan kepadanya kitab Taurat dan diakhiri oleh Nabi  Muhammad saw yang Allah s.w.t telah menyampaikan berita gembira  tentang kedatangannya di dalam Taurat ketika Taurat masih otentik,  yang belum disentuh oleh penyimpangan dan kebohongan. 
Yusya' bin Nun keluar dan selamat dari keadaan tersesat yang dialami  oleh Bani Israil. Lalu beliau menuju ke tanah suci. Beliau berjalan  bersama mereka sehingga melewati sungai Jordan dan sampai ke Ariha,  yaitu tempat atau kota yang paling kuat pagarnya dan istana yang paling  tinggi dan paling padat penduduknya. Beliau mengepungnya selama enam  bulan. Kemudian pada suatu hari mereka mengelilinginya dan  menyembunyikan trompet. Tiba-tiba, pagar kota itu menjadi rosak dan  roboh. Kita lihat bahawa senjata yang pertama kali mereka gunakan  dalam peperangan mereka sangat mengagumkan. Para penyerang  menggunakan kekuatan suara untuk pertama kalinya sebagai senjata.  Desakan yang keras dari trompet-trompet itu menjadi penyebab  hancurnya atau rosaknya pagar-pagar kota. Kami tidak mengetahui,  apakah Allah s.w.t mewahyukan kepada Yusya' bin Nun untuk melakukan  tindakan ini, atau ini inisiatif peribadinya sebagai pemimpin pasukan,  atau hal itu terjadi secara kebetulan. Mereka tetap menyembunyikan  trompet-trompet tanduk selama enam bulan, yaitu masa pengepungan  sehingga mereka dikejutkan dengan jatuhnya pagar-pagar kota. 
Terdapat cerita bohong yang berkaitan dengan hal itu yang menyebutkan  bahawa matahari sempat berhenti berputar sampai Yusya' bin Nun telah  berhasil menaklukkan tanah suci. Cerita dongeng itu direkayasa oleh  orang-orang Yahudi. Matahari dan bulan merupakan tanda-tanda  kebesaran Allah s.w.t dan keduanya tidak akan berhenti kerana kematian  seseorang atau kerana kehidupannya. Meskipun terdapat kejadian luar  biasa dan mukjizat yang mengagumkan di tengah-tengah Bani Israil  namun semua itu tidak bertentangan dengan hukum alam dan sistemnya. 
Kemudian Allah s.w.t mengeluarkan perintah-Nya kepada Bani Israil  untuk memasuki kota dalam keadaan sujud. Yakni, hendaklah mereka  rukuk dan menundukkan kepala mereka sebagai wujud syukur kepada  Allah s.w.t atas segala kurnia yang diberikan-Nya kepada mereka, yang  berupa penaklukan kota itu. Ketika mereka memasuki kota itu, mereka  diperintahkan untuk mengatakan: 
"Bebaskanlah kami dari dosa kami." (QS. al-A'raf: 161) 
Yakni, hilangkanlah kesalahan kami yang dahulu dan jauhkanlah kami  dari apa yang diperbuat oleh para orang tua kami. Tetapi, Bani Israil  menentang dan tidak melaksanakan apa yang diperintahkan kepada  mereka, baik dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan. Mereka  memasuki pintu dalam keadaan congkak dan sombong dan mereka  mengganti ucapan yang tidak selayaknya mereka ucapkan. Oleh kerana  itu, mereka terkena seksa Allah s.w.t atas kezaliman yang mereka  perbuat. Kejahatan yang dilakukan orang tua adalah kehinaan, sedangkan  kejahatan anak-anak adalah sikap sombong dan mendustakan kebenaran.  Allah s.w.t berfirman: 
"Dan (ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): 'Diamlah  di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di  mana saja kamu kehendaki.' Dan katakanlah: 'Bebaskanlah kami dari  dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membongkok,  nescaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu.' Kelak akan Kami  tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. Maha orang- orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu)  dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, sehingga  Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman  mereka." (QS. al-A'raf: 161-162) 
Ini bukanlah kejahatan pertama kali yang dilakukan oleh Bani Israil dan  juga bukan kejahatan yang terakhir kali. Mereka telah menyeksa rasul- rasul mereka yang cukup banyak setelah Nabi Musa. Taurat yang ada di  tangan mereka berubah menjadi kertas-kertas yang mereka tampakkan  sebahagiannya dan mereka sembunyikan sebahagian yang lain, bahkan  mereka pun berani mempermainkan akidah. Al-Qur'an mencatat semua  ini dalam surah al-An'am: 
"Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang  semestinya dikala mereka berkata: 'Allah tidak menurunkan sesuatu  pun kepada manusia.' 
Katakanlah: 
'Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa  sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu menjadikan kitab  itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan  (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya,  padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak  kamu tidak mengetahui(nya)?' Katakanlah: 'Allah-lah (yang  menurunkannya),' kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur'an  kepada mereka, biarkanlah mereka bermain-main dalam  kesesatannya.'" (QS. al-An'am: 91) 
Jika pernyataan tersebut berlaku kepada cucu-cucu Bani Israil yang hidup  di jazirah Arab maka jelas sekali - melalui sejarah Bani Israil sendiri -  bahawa Taurat tidak selamat dari usaha yang menyimpang ini atau usaha  yang sia-sia ini di mana Taurat pun disembunyikan sebahagiannya dan  ditampakkan sebahagian yang lain sesuai dengan tuntutan keadaan  mereka dan kepentingan mereka. Sikap penentangan inilah yang  melatarbelakangi datangnya seksaan-seksaan kepada Bani Israil. Bani  Israil kembali menzalimi diri mereka sendiri. Mereka mengira bahawa  mereka adalah bangsa pilihan Allah. Mereka menganggap - kerana  pengaruh dari keyakinan ini - bahawa mereka berhak untuk melakukan  apa saja sesuai dengan keinginan mereka, sehingga banyak sekali  kesalahan dan dosa di tengah-tengah. Bahkan kejahatan yang mereka  lakukan terhadap kitab-kitab suci kemudian menjalar kepada nabi  mereka di mana mereka membunuh para nabi. 
"Dan mereka membunuh para nabi tanpa alasan yang benar." (QS. an- Nisa': 155) 
0 comments:
Post a Comment